Sebuah Renungan

Lagi-lagi gue menulis saat ga bisa tidur. Ya, ga tau nih, belum bisa tidur aja. Untungnya, besok hari minggu. Katanya, penyebab orang ga bisa tidur ialah bahwa ia sedang memikirkan sesuatu. Gue percaya sama asumsi ini. Pastinya karena memang gue lagi memikirkan sesuatu sih. Hehe..

Ga tau kenapa, gue ngerasa produktif buat nulis itu ya antara menjelang dini hari sampai dini hari beneran. Mungkin karena situasinya sepi dan bikin nyaman. Dari pada bengong, lebih baik menulis biar cepat ngantuk. Terutama menulis blog, gw bisa nulis mengalir gitu aja tanpa distandarkan pada kata2 baku, penulisan yang benar, dan sebagainya. Meski harus gue akui, dulu waktu jaman kuliah juga begitu, yang namanya ngerjain tugas itu enaknya pas tengah malam, Sistem Kebut Semalam (SKS) pula. Hihi.. kalo diinget2, SKS itu menantang banget. Bagaimana tidak? Semua itu harus segera diselesaikan, karena urusan tugas kuliah, kalo ga ngumpulin, ya dosen ga mau tau. Tau2 nilai di KHS yang berbicara.

Sebenernya, gue abis merenungi sesuatu. Gue lagi merenungkan betapa sulitnya berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Butuh perjuangan banget!

Ya namanya manusia, pasti tak luput dari kesalahan dan khilaf. Banyak sih contohnya. Memang, kalo mau 'naik kelas' itu kan harus 'diuji' dulu kan?. Misalnya, bagi orang yang suka mengeluh dan ingin mengurangi dan menghilangkannya, butuh waktu yang lama untuk menyadari kalo mengeluh itu tidak bisa menjadikan diri menjadi lebih baik. Begitupula bagi orang yang sulit menghindari yang namanya bergosip, kan seru tuh ya keliatannya kalo bergosip ria. Ketika seseorang belajar  untuk tidak bergosip lagi, tiba2 dia bertemu temannya dan akhirnya khilaf bergosip lagi. Sesudah itu dia baru menyesal. Adalagi contohnya mengenai keberadaan kartu kredit. Ketika orang ingin membebaskan diri dari yang namanya berhutang, kartu  tersebut menggoda banget supaya orang beli barang dengan cara dicicil. Akibat pola hidup yang seperti itu, akhirnya malah punya utang banyak. Pada saat mau memperbaiki diri, pasti ada aja ujiannya.

Hal yang lagi gue pikirkan yaitu tentang makna kedamaian batin. Banyak orang yang terlihat bahagia dengan kehedonisannya, padahal hatinya kosong. Ada pula orang yang hidup kekurangan, tapi ia bisa bahagia dengan cara lain. Semua itu kamuflase belaka.

Sekarang ini, banyak orang2 yang piawai bersandiwara. Yang terlihat senang padahal sedang berduka, hingga sebaliknya, terlihat sedih padahal sebenarnya ia sedang bahagia. Bagi yang memeperlihatkan raut senang padahal sedang sedih, ia memilih tersenyum karena ia tidak ingin terlihat rapuh. Bagi yang memperlihatkan wajah sedih, padahal ia bahagia, nah itu namanya airmata buaya. Cuma buat menarik simpati orang.

Ada lagi tentang sifatnya manusia, dan gue rasa ini adalah penyakit semua manusia (kecuali orang yang disucikan Tuhan), adalah bahwa "kita cenderung membenci dosa orang yang cara berdosanya berbeda dengan cara berdosa ala diri kita sendiri". Padahal ya sama2 punya dosa, tapi senang membeberkan dosa orang lain, tanpa melihat di diri sendiri. Butuh koreksi diri sendiri lewat perenungan panjang. Astaghfirullah, betapa nistanya diri ini seandainya Tuhan tidak merahasiakan dosa2 hambanya.

Kadang kala, tanpa disadari kita sering termakan omongan sendiri. Oleh karena itu, memang harus hati2 sekali dalam berbicara. Terkadang, diam adalah pilihan yang tepat ketimbang berbicara yang tidak ada manfaatnya.

Menjadi orang yang lebih baik itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ya, memang butuh proses dan kita harus menghargai proses itu. Karena setiap perbuatan itu tergantung dari niatnya. Selama niatnya baik, Tuhan pasti tahu dan meridhoinya. Hal yang terpenting dalam melakukan perubahan ialah kita harus berusaha untuk konsisten, terutama ikhlas karena Allah semata. Harapan gue sekarang ialah, semoga orang2 yang berusaha memperbaiki dirinya, akan benar2 bisa melewati ujiannya dengan baik.  Amiin.. semangat!!

Jakarta, 22 mei 2016
Pukul 03.44

Komentar

Postingan Populer